JEMBER – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali membuat gebrakan kontroversial di panggung ekonomi global. Dalam kebijakan terbarunya, Trump menaikkan tarif impor hingga 32 persen untuk sejumlah produk dari negara-negara berkembang—termasuk Indonesia.
Dampaknya langsung terasa. Dua komoditas unggulan dari Kabupaten Jember, yakni cerutu dan kopi, ikut terkena imbas. Namun di tengah kepanikan pelaku ekonomi, Bupati Jember Gus Fawait tampil tenang, bahkan penuh keyakinan.
“Perang dagang ini tidak bisa kita hindari. Tapi saya dan beberapa kepala daerah lainnya tetap optimis. Kita punya pemimpin seperti Pak Prabowo yang sudah terbukti menghadapi berbagai krisis sebelumnya,” tegas Gus Fawait, Jumat (4/4) kepada Bhirawa.
Ia menegaskan, Indonesia bukan negara baru dalam menghadapi tekanan ekonomi global. Sejak krisis moneter 1998, gejolak global 2008, hingga hantaman pandemi COVID-19, bangsa ini sudah berkali-kali bangkit. Dan kali ini, Jember sudah menyiapkan strategi.
Jurus Gus Fawait: Sektor Informal Jadi Kunci!
Tidak tinggal diam, Gus Fawait langsung mengarahkan fokus pada sektor informal. Menurutnya, inilah sektor yang terbukti menyelamatkan ekonomi Indonesia di saat genting.
“Kami akan membina UMKM, pedagang pasar tradisional, PKL, dan sektor informal lainnya. Tahun 2008 kita selamat karena kekuatan sektor ini. Penduduk Indonesia yang besar adalah modal luar biasa,” jelasnya.
Bukan cuma retorika, Pemkab Jember bahkan menyiapkan langkah nyata: alokasi anggaran APBD akan diperbesar untuk mendukung sektor informal dan memberi insentif pada komoditas ekspor seperti kopi dan cerutu.
Related Posts:
Satu Komando di Bawah Prabowo
Lebih lanjut, Gus Fawait menekankan pentingnya soliditas antar kepala daerah. Menurutnya, retret yang digelar baru-baru ini menghasilkan semangat kebersamaan dalam menyikapi ancaman global.
“Kami semua satu komando di bawah Presiden Prabowo. Komunikasi antar daerah makin solid. Ini penting untuk menjaga marwah ekonomi Indonesia,” ujarnya mantap.
Alih-alih ciut menghadapi Trump, Gus Fawait justru melihat peluang emas untuk memperkuat pondasi ekonomi dalam negeri. Baginya, krisis adalah momentum—bukan bencana.
“Kami siap menggerakkan dan menguatkan sektor informal. Dengan sinergi dari daerah-daerah lain, saya yakin Indonesia bisa melewati tantangan ini lebih kuat dari sebelumnya,” pungkasnya.


















